Cerita Eksibisionis Mama Randy : MILF Seksi Menggoda Kena Gangbang Anak dan Teman-temannya
Berawal dari chating di facebook bersama teman semasa SMA yang kini menjadi Dosen di sebuah Perguruan Tinggi di Jogja, tempat dimana anak lelakiku kuliah. Dia menceritakan bagaimana prestasi Randy menurun dan jarang kuliah. Khawatir jika anakku masuk ke dalam pergaulan yang salah atau malah menjadi pecandu narkoba, maka aku berencana mengunjungi Randy dalam minggu ini. Kesibukan suamiku sebagai pengusaha, membuatku sibuk mengurusi anak-anak. Pagi itu, aku tiba di Jogja dan dijemput Randy di Bandara menuju kos-kosannya. Kali ini tempat kostnya berbeda ketika pertama kali aku mengantarnya kuliah 2 tahun lalu, Randy pindah ke sebuah kos-kosan yang terkesan cukup mewah. Sebuah kamar yang cukup besar, ber AC dan kamar mandi yang dilengkapi pemanas air dan bath tub, serta barang-barang elektronik seperti TV layar lebar . Terheran-heran aku bertanya pada nya, darimana ia bisa membayar sewa kamar semewah itu padahal aku merasa mengiriminya uang yang sekira cukup untuk biaya hidupnya dan bayar sewa kos bertarif 500 ribuan sebulan. Lalu sebuah motor sport yang juga kurasa cukup mahal terparkir di depan kamarnya, padahal dulu aku hanya membelikan motor bebek bekas untuk kepentingan transportasi kuliah. Aku mulai mendesaknya soal prestasi kuliahnya yang merosot, soal seringnya ia bolos kuliah dan lain-lain termasuk darimana dia bisa membeli barang-barang. “Kamu gak macem-macem kan? Kamu gak akan bikin malu papa dan mama karena pake narkoba kan? Desakku dengan nada tinggi. Randy hanya tersenyum, ‘’ngga lha ma, sumpah. Oke mah…Randy akui kalau sering bolos kuliah, tapi bukan karena jadi pecandu. Hmm..begini, Randy mulai cari-cari duit sendiri mah..eee sekali lagi bukan karena jualan drug…sumpah, tapi anu..ikut-ikut teman jadi fotografer dan desain grafis. Dari situ Randy bisa beli motor di depan, sewa kamar kos bagus, dan lain-lain. Oke…Randy salah karena lebih sibuk cari obyekan daripada kuliah, tapi janji deh ma, Randy akan lebih rajin lagi”. Agak lega sedikit aku mendengarkan penjelasan anak bungsu ku itu, walau kembali aku menguliahinya dengan berbagai petuah, yang biasa dilakukan orang-orang tua pada anaknya, namun dengan karakter Randy, aku yakin omongan ngalor ngidulku masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi biarlah, yang terpenting emosiku sudah tercurahkan. “Ya udah, kamu pergi kuliah sana, mama mau mandi, setelah itu munkin akan jalan-jalan ke Malioboro sampai sore, nanti mama sms kalau perlu dijemput”, ujarku. Randy kemudian pamit . Usai membongkar isi koper dan sedikit berbenah, kutanggalkan pakaian satu persatu dan mengambil handuk lalu menuju kamar mandi. Berendam dalam air hangat membuatku betah berlama-lama di kamar mandi, namun godaan untuk shoping membuatku akhirnya bangkit, mengeringkan badan dan berlilitkan handuk berjalan keluar. “Hai manis !!”, sebuah sapaan membuatku terkejut, seorang pria muda seumuran Randy, berajah tampan dan bertubuh atletis hanya mengenakan celana boxer dan kaus buntung duduk di ujung ranjang. “Kamu siapa? Keluaarr!!” teriakku masih dalam keadaan shock. “ah..jangan galak-galak begitu dong sayang”, ujarnya sambil berdiri,berjalan mendekatiku dan dengan kurang ajar telunjuknya menyentuh daguku yang segera kutepis. “tante kliennya Randy kan? Hmm…masa sih saya kurang ganteng dari Randy, untuk wanita semanis saya kasih layanan gratis deh”, ujarnya menyeringai sambil terus mendekati diriku yang tengah ketakutan, hingga hembusan nafasnya mengenai wajahku. “jangan kurang ajar kamu, saya ibunya Randy”, jawabku gugup dan panik sekaligus terkesima dengan sorotan tajam matanya. “ah, masa ibunya Randy semuda dan secantik ini..jangan becanda deh tante manis”, jawabnya masih menyeringai. “perg…mmmpf”, teriakanku terhenti ketika pemuda itu mencium paksa bibirku. Aku berusaha menghindari namun ia terus menciumi wajahku,tanganku berusaha membebaskan diri dari pelukannya yang erat namun akibatnya fatal, handuk yang kulilitkan sebagai penutup tubuh terlepas. Kepanikanku kian menjadi dan sebelum aku sempat berteriak kembali mulutku disumpal paksa bibirnya. Tangannya kini meremas-remas payudaraku yang tak tertutup itu, sementara tangannya yang lain masih melingkar kuat di pinggangku. Tubuhku terasa tanpa tenaga namun terus berontak, sampai kemudian si pemuda jahanam itu dengan tenaganya yang perkasa mengangkat tubuhku dan berusaha menindihku di atas ranjang. Kurasakan desakan benda keras menempel di antara selangkanganku, membuat nafasku serasa terhenti karena panik. “Sudahlah tante manis, jangan sok jual mahal gitu ah”. Ujarnya sambil terus berusaha menciumi wajah dan bibirku, lidahnya mendesak-desak untuk masuk ke dalam mulutku. Aku mulai terisak, dan mencoba berteriak..”tolo….”, belum usai teriakanku tangannya membekap mulutku..”sssst…tenang sayang, kamu gak mau membangunkan seluruh penghuni kos di sini kan? “ perkataannya membuatku tertegun sejenak, namun kembali kepanikan melanda ketika tangannya menjalari gundukan bulu-bulu hitam selangkanganku, aku berusaha merapatkan kaki namun lututnya telah berada di antara dua pahaku. Aku terus berusaha mendorong, mencakar tetapi dua tangan kekarnya menangkap dua pergelangan tanganku dan mendorongnya ke atas kepalaku, satu tangannya kemudia menggenggamnya erat, sementara tangan satunya berusaha menurunkan celananya, aku terus mengeliat-geliat melakukan perlawanan. Usahaku untuk berteriak kembali gagal karena dihalangi mulut dan wajahnya. Sulit kupercaya, pagi itu aku akan mengalami suatu peristiwa kejahatan yang paling ditakuti wanita manapun. Sepasang Kakiku terus meronta, ketika kurasakan sepotong daging keras menyentuh perutku. Tangan pemuda itu memaksa pahaku terbuka dibantu dua lututnya yang kini berada di antara kedua pahaku itu…dan satu sentakan benda keras dengan kasar memaksa masuk mulut vaginaku membuatku terbelalak dan nyaris pingsan, rasa sakit yang ditimbulkan sebanding dengan sakitnya bathinku karena harga diri dan kehormatanku direnggut paksa pemuda yang kuperkirakan temannya Randy, anakku. Akhirnya aku hanya bisa pasrah menahan sakit dengan menggigit bibir dan terus menangis. Pemuda itu dengan kejam seolah-olah menikmati hadiah, terus menghentak-hentakan bagian bawah tubuhnya. Terus menciumi wajah, ketiak dan payudaraku. Suasana sejuk pagi itu berubah sepanas oven, keringat membanjiri tubuhku dan tubuh pemerkosa diriku yang kian mempercepat gerakannya. Mulutnya kini menghisap-hisap payudaraku dan membuat cupangan-cupangan kecil di sekitarnya. Tanganku tetap terkunci di atas kepala, ia secara leluasa menghirup dalam-dalam aroma tubuhku. “uughh…ku akui tante kliennya Randy yang paling cakep dan body paling bohay…aarghh”, bahkan pelanggan-pelanggan saya gak ada yang secantik tante…ough”, kata Randy diantara nafasnya yang terengah-engah, membuatku tersentak, benarkah Randy menjadi semacam gigolo bagi wanita-wanita kesepian? ‘’arrgh..jangan khawatir tante, aku dan randy biasa tukeran klien…mmmh…saya hapal type yang sok jaim kayak tante…uuugh” katanya lagi sambil terus berkelojotan di atas tubuh telanjangku. Aku tak mampu berkata-kata lagi selain terus terisak. “ssshh….aku mau keluar tante”, ujarnya diantara kian ganasnya penis besarnya mengoyak-ngoyak liang vaginaku…”ohh…ooh..ohh..ahhhhh”, satu hentakan terakhir menghujam dalam-dalam dan kurasakan semburan demi semburan cairan hangat mengetuk mulut rahimku. Sampai akhirnya pemuda itu jatuh menimpa tubuhku dengan nafas terengah-engah puas. Pandangankku sendiri kian gelap dan gelap…..aku pingsan. Entah berapa lama aku tak sadar, dan entah berapa kali tubuhku digarap pemuda itu. Sampai kemudian mataku membuka samar-samar, pandangaku masih kabur. Kurasakan aku agak susah bernafas, dan kurasakan sebuah benda memasuki mulutku. Aku masih meraba-raba apa yang terjadi, sampai lambat laun kesadaranku pulih. Tubuhku kembali terlonjak kaget menyadari pemandangan didepanku adalah perut seorang pria dan aroma vagina bercampur aroma khas kelamin lelaki memenuhi indera penciumanku, aku tengah dipaksa melakukan oral sex, suatu hal yang bahkan sangat jarang kulakukan dengan suami. “mmfff…mfff”, aku mencoba berteriak dan menarik kepalaku namun sepasang tangan menahannya, kedua tanganku menggapai-gapai sia-sia. Si pemuda dengan terus melenguh mendesak-desakan batang kemaluannya dalam mulutku, membuatku tersedak dan terbatuk-batuk …dan kembali semburan cairan hangat tanpa ampun memasuki diriku kali ini memasuki kerongkonganku. Si pemuda terus menahan kepalaku sampai kurasakan kemaluannya mengecil dan melunak lalu ia mencabutnya perlahan. Dengan rasa jijik segera sebagian spermanya kumuntahkan, walau sebagian besar berhasil melewati kerongkonganku. Pemuda itu duduk dengan seringai puas sambil mencoba mengatur nafas. Ketampanan dan tubuh atletisnya memang menggoda tapi tak mencegahku untuk begitu membencinya. Ia lalu bangkit menawarkan segelas kopi hangat kepadaku. “Kopi , tante…sebagai ucapan terima kasih”, katanya dengan senyumannya yang dalam keadaan normal, memang sangat menawan, pikirku. Tadinya ingin kubanting gelas itu, tapi aroma sperma dan sex yang memenuhi mulut dan hidungku membuatku memerlukan kopi itu guna menghilangkan sisa-sisa aroma amis di seputar wajahku. Ku teguk sedikit demi sedikit. Aku seolah tak memperdulikan tubuhku yang telanjang di hadapan pria asing yang baru saja menggauliku dengan paksa. “Pergi !!!” ujarku lirih setengah menangis….”okay, tante…aku pergi”, ujarnya seraya mengenakan kembali pakaiannya, wajahku jengah melihat sekilas batang penisnya yang walapun dalam keadaan layu tetap jauh lebih besar dibanding milik suamiku. Kembali au menangis dan kedua tanganku menutupi wajahku. Aku masih sangat terguncang dengan peristiwa pemerkosaan terhadap diriku pagi itu. Bagaimana munkin seorang ibu berusia 45 tahun bisa mengalami perkosaan sekeji itu. Seluruh tubuhku sakit, semua persendian dan ototku sakit. Aku terus menangisi nasib dan marah. Perlahan bangkit dengan tertatih, vaginaku terasa perih, lalu melihat tubuhku di depan cermin besar di depan tempat tidur Randy . Mataku yang sembab, tubuhku yang basah oleh keringat, bercak-bercak merah bekas gigitan dan cupangan kecil di sekitar payudara dan pahaku. Ku akui di satu sisi aku cukup pantas jadi korban perkosaan, tubuhku masih sangat menarik untuk wanita seusiaku. Aliran cairan sperma yang membentuk sungai kecil di sekitar paha dan terus menurun melewati betisku, membuatku tersadar dari lamunan, aku harus membersihkan tubuh yang ternoda ini, lalu berjalan limbung menahan perih menuju kamar mandi. Usai mandi aku berpakaian, kuhabiskan sisa kopi di gelas itu, lalu duduk di tepi ranjang. Rasa sakit hati,dendam, marah, malu bercampur aduk, namun kelelahan fisik membuatku sangat mengantuk, dan tak pernah sengantuk ini..ah…kopi itu jangan-jangan…dan tanpa mampu kucegah aku menuju alam mimpi. Kurasakan tubuhku melayang ringan, menuju awan putih yang selembut kapas. Samar-samar dari kejauhan datang sesosok manusia yang berjalan terus mendekat, ternyata seorang pria muda tampan nan gagah…telanjang. Tersenyum padaku, mendekatiku dan mencumbuku dengan mesra. Aku sangat menginginkannya, ia terus menciumiku,meremas-remas payudaraku, sementara tanganku berusaha menggapai batang penisnya yang besar dan perkasa dan mengocoknya pelan. Pria itu membaringkanku di atas awan, kembali mencumbuiku ….dan menyetubuhiku…rasanya luar biasa nikmat, dalam bathinku terlintas perasaan bahagia dan romantisme yang selama ini nyaris sirna dalam kehidupanku, suamiku terlalu sibuk bekerja. Pria itu terus menggumuliku, membisikan kata-kata mesra ditelingaku mengiringi suara becek dua kelamin beradu..dan kuyakin wajahku memerah merasakan orgasme bergetar di sekitar rongga vaginaku. Aku terus mengerang mengiringi dengusan nafas pria asing yang tengah mereguk kenikmatan tubuhku, orgasme yang kurasakan kian mereda, namun lelaki perkasa itu tak menghentikan gerakan pinggulnya menghujamkan batang kemaluannya yang keras itu. Tubuhku terus berguncang-guncang, dan kembali rangsangan nikmat menggelora di sekitar area selangkanganku. Ini tampak begitu nyata. Sampai kemudian bayangan pria itu memudar, namun berat tubuh dan desakan-desakan benda asing dalam vaginaku masih kurasakan, demikian juga suara dengusan nafas dan erangannya. Perlahan mataku membuka, seperti kebingungan aku tak tahu apa yang terjadi. Namun sesosok wajah asing tepat di hadapanku, lalu “mmmff…siapa..pfff”, teriakanku terhenti ketika satu telapak tangan membekap mulutku, tanganku berusaha menggapai, tetapi semacam ada kekuatan yang menghalaminya, aku menoleh ke kanan dan kekiri…betapa terkejutnya aku, dua orang lelaki muda yang tak kukenal masing-masing memegangi tanganku,sementara di atas tubuhku yang telah telanjang seorang lelaki lain tengah bersemangat merobek-robek kehormatanku. Lalu kilatan-kilatan cahaya bergantian menerangi kamar itu, ruangan yang asing bukan kamar Randy anakku, ternyata kilatan cahaya itu bersumber dari kamera yang tengah dipegang seorang lelaki lain yang aku segera mengenalinya sebagai pelaku pertama perkosaan atas diriku. Yang membuatku kian panik adalah menyadari bahwa semua pria bewajah ganteng di kamar itu…. bertelanjang bulat dengan kelamin tegak menegang siap bergantian memasuki diriku. Tenagaku seolah meninggalkanku, dan aku mulai menangis…tapi tunggu dulu, suatu perasaan aneh mulai menghinggapi diriku, ya…perasaan hangat dan…terangsang hebat. Pikiran rasionalku masih bekerja…oh…mereka pasti telah mencekokiku dengan obat perangsang dalam dosis yang cukup tinggi, aku mencoba melawan perasaan itu, namun tak sanggup. Lalu aku mulai berhenti meronta. Mataku terpejam, menikmati hujaman demi hujaman daging keras tegang memasuki liang senggamaku. Lalu bekapan telapak tangan itu meninggalkan mulutku. Remasan-remasan kasar menjamahi payudaraku, diikuti ciuman-ciuman hangat di wajah dan bibirku. Lalu kuncian di pergelangan tanganku pun melemah, namun seperti diarahkan pada satu tempat dan….mataku terbuka ketika sadar telapak tanganku digenggamkan pada benda setengah lunak yang panjang dan tegang. Masing-masing adalah batang kemaluan dari dua pria asing di kanan kiri ku. Entah bagaimana, tanpa diperintah aku mulai mengocok-ngocoknya pelan membuat mereka mulai mengerang. Harga diriku benar-benar telah runtuh, berganti perasaan bangga karena masih mempunyai daya tarik di hadapan banyak lelaki, memang berkat latihan rutin mengolah dan merawat tubuh, membuat diriku kerap mendapat pujian dari kolega-kolegaku dan rekan-rekan suami. Dan betapa malunya aku ketika bibirku mulai mengeluarkan suara erangan nikmat. Pria yang tengah tenggelam dalam menggali kenikmatan tubuhku itu melipat kakiku hingga lututku nyaris menyentuh pundak, ia kian ganas memompa bagian bawah tubuhnya membuat kamar itu dipenuhi irama alunan orkestra erangan,rintihan dipadu suara kecipak dua kelamin bergesekan. Lalu hujaman terakhir menghantar semburan demi semburan cairan hangat kental membanjiri rongga kewanitaanku…membuat aku tak mampu menahan denyutan demi denyutan dahsyat orgasme sepanjang dinding vaginaku …”oooouhhh”, rintihku malu-malu menikmati setiap denyut puncak kenikmatan seksual itu, bagaimana munkin beberapa jam lalu kurasakan perkosaan pada diriku bagai siksaan lalu kini berganti menjadi kenikmatan? Pemuda-pemuda kurang ajar ini…oh. Segera posisi pria yang baru saja menumpahkan benih terlarangnya dalam diriku digantikan pria lain di sebelah kananku, dengan kurang ajar ia tusukan jari jemarinya pada lubang kemaluanku guna memperlancar mengalirnya sperma keluar dari situ…lalu jlebb…kembali batang kemaluan lelaki asing menerobos pusat kewanitaanku. Gerakannya tak kalah ganas dan tubuhnya segera bermandikan peluh menyatu dengan keringatku. Tangan kiriku masih mengocok-ngocok batang penis lelaki muda yang juga masih menggerayangi lekuk-lekuk tubuh molek milikku. Sekarang pria brengsek pemerkosa pertama berganti posisi di sebelah kananku, mengarahkan tanganku pada kemaluannya. Rasa dendamku berganti gairah bagai gadis remaja dirasuk asmara. Sementara pria yang baru saja orgasme tergeletak lemah di atas sofa. Tiba-tiba pemuda di sebelah kiri ku bangkit, mengangkangi dadaku, lalu mengarahkan kepala penisnya yang berwarna ungu itu ke mulutku, mulanya aku sedikit menolak, namun ia terus mendesakku, menutup lubang hidungku sehingga aku sulit bernafas dan mau tak mau membuka mulut, lalu..’’hap”, dengan sukses kepala jamur berikut batangnya memasuki mulutku. Kini dua rongga tubuhku dipenuhi dua kelamin pria…bagaimana munkin seorang wanita terhormat, seorang isteri dan ibu yang baik beberapa jam lalu kini menjadi semacam wanita pelacur yang jalang dan dipenuhi nafsu? Setengah terduduk dua lelaki asing itu dengan liar dan buas menggarap tubuh setengah baya yang masih mengundang selera ini. Beberapa saat kemudian mereka bertukar posisi , ganti aku mengoral pria yang belum tuntas menyetubuhiku, aroma keringat, sperma dan juga vaginaku sendiri bercampur memenuhi indera penciumanku sebelum penis tegang itu kuhisap, kujilat dan kuremas-remas dengan mulutku, erangan, rintihan dan suara becek dua organ kelamin saling berbagi kenikmatan kembali mengiringi peristiwa terlarang siang itu. Sampai akhirnya pria diatas wajahku menarik paksa batang kelaminnya dari mulutku…lalu…splash….splash…splash, semprotan demi semprotan cairan putih kental menyirami wajahku, dan aku hanya terpejam pasrah menerimanya. Sementara pria lain di atas tubuhku tak lama kemudian menimpa tubuhku dan memeluku erat seolah-olah ingin meremukan tulang-belulangku, dan kembali siraman cairan terlarang membasahi rahimku…membawa efek berantai kembalinya gelombang orgasme bergelora dalam vaginaku. Cukup lama mereka mabuk pada orgasme masing-masing sampai akhirnya meninggalkan tubuhku. Seseorang melap wajahku, menyeka sisa-sia sperma yang hinggap tadi, lalu melap permukaan vaginaku, ternyata si pemerkosa pertama tadi, dan kurang ngajarnya ia menggunakan celana dalam untuk melakukan hal itu. Ia memutar paksa tubuhku hingga tengkurap, lalu menarik pinggangku ke atas, tanpa perlawanan aku segera mengikuti apa maunya, tak perlu IQ lebih untuk menebak kalau ia ingin menyetubuhiku dari belakang, dulu aku juga kerap melakukan hal itu bersama suami. Dan kembali batang penis besar nan keras menggali liang senggamaku. “oouhh…ouuhh…shhh”, aku merintih dan mencoba menggigit bibir agar rintihanku tak terdengar nyaring. Namun tak menunggu lama, kembali seorang pria di antara 4 pemuda itu berlutut di hadapanku, bagai pelacur profesional segera kutangkap kemaluannya dan kuarahkan ke mulutku. Kembali dua rongga tubuhku dipakai untuk memuaskan nafsu hewani dua lelaki yang bukan haknya untuk menyetubuhiku. Payudaraku yang berguncang-guncang segera menjadi mangsa remasan sepasang tangan. Dan…kembali siraman cairan putih kental hangat hinggap di wajahku, sementara di belakang gerakan maju mundur terus terjadi. Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu, sedikit kepanikan melanda kamar itu, pria yang tengah melakukan doggie style terhadap diriku mengambil selimut dan menutupi wajahku namun terus mengehntak-hentakan pinggulnya hingga menimbulkan suara tepukan di pantatku. Seseorang memasuki kamar dan terdengar percakapan ringan dan akrab. “wah kurang ajar lo bro, kagak ngajak-ngajak gue”, demikian agak samar si tamu berkata.”Barang bagus neh man, ntar abis gue”…jawab si lelaki yang tengah asyik menggauliku sambil terengah-engah. Aku tak perduli lagi jika harus melayani 1 lelaki lagi, pikir alam bawah sadarku yang masih dalam pengaruh zat perangsang itu. Dan kembali hentakan-hentakan dahsyat menghantarkan semburan cairan kelelakian di dalam organ kewanitaanku. Suara seperti sumbatan terlepas dari botol terdengar ketika si lelaki mencabut kemaluannya dari vaginaku, dan segera tercipta air terjun kecil cairan sperma jatuh keluar dari organ intimku. Tapi liang kewanitaanku tak lama menganggur, terdengar suara resleting ditarik dibelakangku, pasti pria yang baru datang tadi pikirku. Lalu tanpa basa basi segera menusukan senjata tumpulnya yang tak kalah besar dengan milik 4 pemuda sebelumnya. Kembali erangan rintihan sepasang manusia memenuhi seantero kamar. Wajahku masih tertutup selimut.Tapi si lelaki tampak tak peduli dengan buas terus menyetubuhiku dari belakang. Hingga gerakannya makin cepat dan ganas , membuatku mendekati titik kulminasi meletusnya orgasme, selimut yang menutupi wajahku disingkirkannya, rambutku dijambak ringan lalu kepalaku sedikit diputar ke arah samping…., sebuah teriakan membuatku tekejut..”mamaa?”…”Randy?’’…jawabku gemetar, “mamaah?’’..ohhhh”, Randy, anakku tak mampu mencegah ejakulasinya di dalam lubang tempat dimana ia lahir. Aku pun merintih keras karena juga tak mampu menahan orgasme yang melanda liang senggamaku, meremas-remas pelan batang kemaluan anakku sendiri. 4 pemuda lain nampak menunjukan ekspresi keheranan lalu masing-masing tersenyum aneh. Randy segera menutup tubuh telanjangku dengan selimut dan menarikku keluar kamar untuk di bawa ke kamarnya yang ternyata hanya selisih dua pintu dari tempat terjadinya peristiwa mesum itu. Di dalam kamar aku terdiam tak mampu berkata apapun, sementara sayup-sayup terdengar keributan di kamar tadi, yang kini ku yakin, mereka adalah teman-teman Randy. Kira-kira 30 menit kemudian, Randy kembali ke kamar, dengan wajah memerah marah. Ditangannya ada gulungan pakaianku tadi lalu menyerahkannya kepadaku. Dengan segera ku lepas selimut itu, entah karena panik, tanpa sadar aku telanjang di depan anak lelakiku itu, memakai satu persatu pakaianku, Randy menatap tubuhku dengan jengah sesekali menunduk. “oh…Randy, apa yang kamu lakukan nak?’, tanyaku setengah menangis. Ganti keributan itu berpindah di kamar anakku. Randy hanya mampu mengulang-ulang permintaan maaf. Lalu Randy menceritakan segalanya. Benar ia nyambi sebagai fotografer, namun salah satu kliennya, seorang wanita setengah baya, dialah yang membawa Randy dalam dunia hitam gigolo. Kos-kosan itu ternyata berisi rekan satu profesinya. Pantaslah jika kuliahnya kacau. “kamu pindah dari sini”, perintahku. “iya mah…tapi tentu bukan sekarang kan? Jawabnya lemah. “Dan mulai sekarang, kamu berhenti dari pekerjaan terkutuk itu atau mama gak akan mengakui kamu sebagai anak mama lagi”, pintaku ketus. Randy hanya mengangguk lemah. “ohya…tadi teman-temanmu yang kurang ajar tadi memotret mama”, ujarku. Randy dengan kepala masih menunduk, hanya mengacungkan tangannya menunjukan kartu memori tanda ia berhasil mengamankan foto-foto tak senonoh itu. “Berikan pada mama”, ujarku panik. Dan Randy menyerahkannya padaku. Menjelang senja ribuan kata-kata petuah itu akhirnya habis juga. Setelah masing-masing kami terdiam, aku bangkit berdiri. “Ya sudah, mama mau mandi”, ujarku. Dan sekali lagi, entah karena masih trauma dengan pengalaman siang tadi, entah sisa-sia pengaruh zat perangsang tadi belum seutuhnya hilang, atau alam bawah sadarku berfikir buat apa lagi menyembunyikan diri, tokh bahkan anakmu telah menyetubuhimu, aku melepaskan satu persatu pakaian di depan Randy, kali ini dengan antusias ia menatap tubuh bugil sexy ibu kandungnya. “kamu juga sekalian mandi”, ujarku dan bahkan heran kenapa aku bisa berkata seperti itu. Dengan semangat Randy melepaskan satu persatu pakaiannya, lalu menyusul berjalan di belakangku menuju kamar mandi. Kami saling menyabuni tubuh masing-masing, tanpa sungkan Randy menyabuni payudara, pantat …bahkan vaginaku yang berbulu lebat itu. Sementara aku pun tanpa malu menyabuni kemaluan Randy…tokh saat dia kecil hal itu sering kulakukan. Meski kali ini di hadapanku bukanlah anak kecil lagi, tapi pria beranjak dewasa dengan segenap kemaskulinannya. Dan tentu saja hal itu berdampak perubahan alami pada penis Randy yang perlahan mulai tegak dan tegang. “Menurutmu, bagaimana tubuh mama? Tanyaku sambil terus mengelus-elus kemaluannya, sebagaimana Randy juga terus meremas-rema pelan payudaraku. “Sempurna”, jawab Randy. “mama bahkan paling sexy di antara pelanggan Randy”, jawabnya tanpa dosa. Aku menamparnya pelan. “kamu menikmati tubuh mama tadi?, tanyaku lagi. “Ya…, mama?”, tanyanya. Aku tersenyum malu, lalu mengangguk pelan. “tapi itu salah Randy, teman-temanmu yang kurang ajar itu pasti memberi mama obat perangsang”, jawabku sambil terus mengocok pelan batang kemaluannya yang kini tegak sempurna.”emang, itu sebagai pelengkap profesi kami, ma, bahkan kami punya koleksi toysex semacam vibrator dan sebagainya, wanita-wanita STW itu kadang ada yang sudah lemah libidonya, perlu dirangsang….supaya kami dapet honor gede”, jawabnya. Aku kembali menamparnya pelan. “Mama mau coba?”, tawarnya.”Ah, jangan kurang ajar kamu”, ujarkusambil mencubit lengannya. “Seperti ini, ma” ujar Randy ketika tiba-tiba sebuah jarinya menusuk paksa vaginaku dan mengocok-ngocoknya.”Randy?’’…ujarku. lalu mulai merintih. Dan sekian menit kemudian ia menangkap kaki ku, mengangkat tubuh, dengan reflek kurangkulkan kedua kaki di pinggulnya, dan…bless….kembali vaginaku dirogoh batang penis anakku sendiri. Rintihan terlarang sepasang ibu & anak menemani gemericik air shower. Berbagai posisi kami lakoni, sampai akhirnya posisi membelakangi alias doggie style menjadi penutup persetubuhan intim itu dan kembali mulut rahimku disirami sperma anak kandungku yang perkasa. Dan kami melakukannya lagi di tempat tidur menjelang istirahat malam. Tentu saja sebelumnya dengan pasrah, aku merelakan menjadi obyek demo alat-alat bantu sex milik Randy sebelum kembali mengulangi persetubuhan terlarang itu lagi. “Randy….mama minta ini menjadi rahasia kita berdua.”, ujarku dalam pelukannya usai bercinta. “Jangan khawatir ma, kami selalu menjaga kerahasian klien, itu semacam kode etik, apalagi klien istimewa seprti mama”, jawabnya. “ah, jangan kurang ajar kamu, mama serius nih”, jawabku, sambil mencubitnya.Lalu kami tertidur, berpelukan dalam keadaan telanjang. Setelah meyakinkan Randy benar-benar pindah kos-kosan, aku kembali ke Jakarta. Tentu saja perasaan tegang dan bersalah mendera bathinku, khawatir suatu saat suamiku mengetahui hal ini. Yang pasti aku kembali menjadi wanita yang berbeda. Dari wanita terhormat namun tak pernah terpuaskan secara bathin, menjadi wanita murahan namun kembali bergairah menikmati hidup. “Randy…kartu memorinya kok kosong?”, ujarku setengah berteriak di ponsel. “Langsung Randy hapus di kamera kok ma, jangan khawatir”, jawabnya melegakanku. Dan pembicaraan kami segera selesai. Sementara di sebuah kamar kos , Randy tengah menyaksikan layar laptopnya dengan mata nanar, sambil bermasturbasi menyaksikan foto-foto erotis tubuh molek ibunya tengah digangbang 4 pemuda rekan-rekannya. Dengan licik, ternyata Randy menukar kartu memori itu dengan miliknya yang telah rusak. Di sebuah rumah mewah di Jakarta, seorang wanita paruh baya yang masih nampak cantik dan sexy tengah galau. Tubuhnya masih dibalut handuk merah yang tentu saja menampakan belahan payudaranya yang montok dan pahanya yang putih mulus. Wajahnya sedikit memucat, tampak di depan cermin meja rias. Di tangannya, sebuah benda putih panjang tergenggam lemah, sebuah alat tes kehamilan dengan indikasi menunjukan lambang plus, alias positif.